Momentum 17 Agustus merupakan hari yang sangat penting bagi seluruh warga negara Indonesia karena pada hari itulah kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan. Pada peringatan hari kemerdekaan, biasanya dirayakan dengan upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih, disertai dengan nyanyian lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Beberapa kelompok Islam menilai dan mengklaim bahwa bendera merah putih dihormati dalam perayaan upacara dan nyanyian lagu kebangsaan. Indonesia Raya termasuk hal-hal yang dilarang dalam Islam. Dalam pandangan mereka, menghormati bendera adalah tindakan meninggikan makhluk yang berlebihan sehingga perilaku tersebut dihukum sebagai tindakan politeisme (bersekutu dengan Allah SWT.) dan bid’ah
Apakah itu benar? Artikel ini mencoba menelaah kontroversi dari sudut pandang fiqhiyyah, sebelum menjawab tudingan miring tersebut, kita harus meninjau kembali isi penghormatan terhadap Saka Merah Putih.
Pada hakekatnya, penghormatan terhadap bendera bukanlah suatu bentuk pemujaan terhadap makhluk, melainkan sebagai ungkapan cinta tanah air dan ungkapan penghargaan kepada para pahlawan yang telah berjuang untuk negara ini. Selain itu, prosesi upacara ini secara tidak langsung menanamkan nilai nasionalisme di hati generasi penerus bangsa.
Nasionalisme dalam Islam
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Nasionalisme diartikan sebagai kesadaran keanggotaan suatu bangsa yang secara potensial atau nyata secara bersama-sama mencapai, memelihara dan melanggengkan jati diri, keutuhan, kemakmuran dan kekuatan suatu bangsa, atau yang juga dibicarakan dengan semangat nasionalisme. Tentunya semangat nasionalisme ini harus terpatri di hati setiap anak bangsa untuk menjaga semangat bela diri, siap berkorban dan berjuang untuk bangsa, sehingga bisa menjadi kekuatan nyata yang memperkuat kedaulatannya.
Dalam Islam, sebenarnya, nasionalisme dan cinta tanah air secara langsung dipraktikkan oleh Nabi SAW. seperti yang dinyatakan dalam Shahih Bukhari:
Ketika dia datang dari perjalanan dan melihat tembok kota, dia meletakkan unta-nya meskipun dia berada di atas seekor binatang di sampingnya.
“Ketika utusan Tuhan pulang dari perjalanan dan lihat ke dinding kota madinahdia mempercepat akanmiliknya; dan kapan naik gunung (seperti kuda), lalu dia bergerak karena cintanya pada Madinah.” (HR.Al-Bukhari)
Hadits di atas kemudian dikomentari oleh salah seorang ulama yang ahli dalam bidang hadits, Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani († 852 H). Dia mengatakan dalam bukunya Fath Al-Bari Syarh Sahih Al-Bukhari bahwa dalam hadits tersebut terdapat indikasi keutamaan Madinah dan disyariatkan untuk mencintai tanah air dan merindukannya.
Tidak hanya itu ketika Anda melihatnya kepala nabiah kemudian diriwayatkan, dalam perjalanannya hijrah ke Madinah, Rasulullah saw. merindukan Makkah, tanah airnya. Kemudian malaikat Jibril datang dan bertanya: “Apakah Anda merindukan negara Anda??” Rasulullah SAW. menjawab: “Dari“. Kemudian datanglah ayat:
Dia yang menurunkan Al-Qur’an kepada Anda akan membawa Anda kembali ke tujuan.
“Sesungguhnya Allah-lah yang mendatangkanmembalas Anda (menerapkan hukum) Al-Quran, benar-benar akan membawa Anda kembali ke tempat kembali (Mekah).” (QS Al-Qashash: 85)
Menurut komentator kontemporer Syekh Muhammad al-Amin bin Abdullah al-Harari al-Syafi’i († 1441 H), dalam ayat tersebut ada tanda bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman. [Al-Harari, Tafsir Hadaiq al-Rauh wa al-Raihan fi rawabi ‘Ulum al-Qur’an, vol. 21, h. 309] Jadi nasionalisme sejati tidak perlu dibantah dengan Islam, bahkan sebenarnya bisa menjadi media untuk mengimplementasikan ajarannya.
Menghormati bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan
Bendera merupakan lambang negara sebagai pemersatu bangsa, oleh karena itu tindakan menghormati Sang Saka Merah Putih tidak lain adalah ungkapan semangat juang untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan tidak menjaga NKRI. Sebagaimana disebutkan di atas, penghormatan terhadap bendera merupakan salah satu bentuk ekspresi cinta tanah air dan nasionalisme, sehingga tindakan tersebut tidak dilarang oleh Syariah.
Guru Besar Universitas Al-Azhar Kairo dan Ketua Komisi Fatwa Al-Azhar Ash-Sharif Syekh Athiyyah Saqr (w. 2006 M) pernah mengeluarkan fatwa bahwa penghormatan terhadap bendera bukanlah tindakan penghindaran atau bid’ah. Dia telah menyatakan:
Pertanyaannya: Sebagian orang berkata: Menghormat bendera adalah kemusyrikan di dalam Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang diperbesar, jadi benarkah? الْجَوَابُ: الْعَلَمُ رَمْزٌ لِلْوَطَنِ فِىْ الْعَصْرِ الْحَدِيْثِ ، وَكَانَ عِنْدَ الْعَرَبِ رَمْزًا لِلْقَبِيْلَةِ وَالْجَمَاعَةِ، يَسِيْرُ خَلْفَهُ وَيُحَافِظُ عَلَيْهِ كُلُّ مَنْ يَنْتَسِبُ إِلَى الْقَبِيْلَةِ أَوِ الْجَمَاعَةِ ، وَكُلَّمَا كَانَ الْعَلَمُ مَرْفُوْعًا دَلَّ عَلَى عِزَّةِ أَهْلِهِ ، وَإِذَا انْتَكَسَ دَلَّ عَلَى ذُلِّهِمْ ، وَيُعْرَفُ عِنْدَ الْعَرَبِ بِاسْمِ الْرَّايَةِ أَوِ الْلِّوَاءِ
“Pertanyaan: Sebagian orang mengatakan bahwa menghormat bendera adalah syirik karena tidak ada yang berhak ditinggikan kecuali Allah. Sederhana saja. Benarkah demikian? Dijawab oleh Syekh Athiyyah: Bendera adalah lambang negara saat ini. Bangsa Arab juga memiliki lambang suku dan kelompok. Setiap kelompok akan berjalan di belakang bendera dan menjaganya. Setiap bendera dikibarkan, maka itu menunjukkan ketinggian bangsa. Jika bendera itu jatuh, itu akan menunjukkan penghinaannya. Singkatan dari Arab Bendera ini dikenal sebagai Rayah atau Liwa’. [Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar vol. 10, h. 221, Maktabah Syamilah]
Selanjutnya dalam fatwa tersebut beliau menceritakan bahwa jika terjadi perang pada masa Rasulullah SAW. yang sering membawa Rayah atau Liwa’ (bendera) seperti pada perang Tabuk, pengibar bendera pada waktu itu adalah Zaid bin Haritsah, kemudian dipegang oleh Ja’far bin Abi Thalib, lalu Abdulloh bin Rawahah, lalu oleh Tsabit bi Aqram Al- disita. Ajlani dan diserahkan kepada panglima Khalid bin Walid. Di pernyataan penutupdia, Syekh Athiyyah Saqr mengklaim:
فَتَحِيَّةُ الْعَلَمِ بِالنَّشِيْدِ أَوِ الْإِشَارَةِ بِالْيَدِ فِىْ وَضْعِ مُعَيَّنٍ إِشْعَارٌ بِالْوَلاَءِ لِلْوَطَنِ وَالْاِلْتِفَافِ حَوْلَ قِيَادَتِهِ وَالْحِرْصِ عَلَى حِمَايَتِهِ ، وَذَلِكَ لاَ يَدْخُلُ فِىْ مَفْهُوْمِ اْلعِبَادَةِ لَهُ ، فَلَيْسَ فِيْهَا صَلاَةٌ وَلاَ ذِكْرٌ حَتَّى يُقَالَ : إِنَّهَا بِدْعَةٌ أَوْ تَقَرُّبٌ إِلَى غَيْرِ اللهِ
“Oleh karena itu, penghormatan terhadap bendera yang disertai dengan lagu kebangsaan atau isyarat tangan yang diletakkan di bagian tubuh tertentu (seperti kepala) adalah bentuk cinta tanah air, persatuan kepemimpinan dan komitmen untuk melindungi. Jadi tidak termasuk ibadah karena tidak ada shalat dan dzikir di dalamnya, maka dikatakan: Bid’ah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. [Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar vol. 10, h. 221 CD: Maktabah Syamilah]
Mengenai senandung lagu kebangsaan dalam prosesi upacara yang diklaim oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang dilarang dalam Islam dan dicap sesat, kita harus mengutip ungkapan yang digunakan oleh seorang ahli fiqih Suriah, Syekh Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam ensiklopedianya:
Dan saya katakan: Nyanyian orang-orang yang kategoris atau khatib adalah untuk hutan, atau jihad, bukan yang diharamkan, dengan syarat orang yang melakukannya. Adapun lagu-lagu yang dihasut dengan ritual, tidak ada keraguan dalam larangannya, bahkan ketika dua kata kekayaan dari kekayaan, dan kekayaan dan kekayaan,
“Menurut saya, tidak ada larangan dalam lagu-lagu nasional atau lagu-lagu yang memotivasi anak bangsa dalam kejayaan dan semangat perjuangan. Selama tidak ada ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan, dan penutup tubuh perempuan selain wajah dan telapak tangannya. Adapun lagu-lagu yang mendorong seseorang untuk berbuat tercela, maka jelas-jelas dilarang bahkan menurut para ulama yang mengungkapkan kemampuan lagu dan nyanyian, terutama lagu-lagu yang mengandung unsur kejahatan seperti yang sering dilakukan oleh siaran radio dan stasiun televisi di zaman ini. “ [Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2008 M), vol. 4, h. 2666]
Alhasil, dari berbagai penjelasan di atas, jelaslah bahwa menghormati bendera merah putih bukanlah suatu tindakan penghindaran karena tidak mengandung unsur ibadah ritual dan aspek-aspek yang dapat dipersekutukan oleh Allah SWT. dalam proses.
Padahal, pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya merupakan ungkapan cinta tanah air dan nasionalisme, sekaligus sebagai wujud syukur atas rahmat Allah SWT yang telah memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. . Jadi pada dasarnya hukum untuk menghormati bendera merah putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya adalah sesuatu yang diizinkan (diperbolehkan) dalam tinjauan fikih. Wallahu a’lam bisshawab.