Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Zulfa Mustofa, menyoroti pentingnya peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam acara “Membaca 1 Juta Shalawat Nariyah” yang diselenggarakan secara online oleh PBNU pada Senin (15/8).
“Kami juga tahu bahwa sang pendiri (pendiri bangsa), ketika berjuang, mereka benar-benar menjalankan amanah dan perintah gurunya,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini sudah dimulai oleh para ulama jauh sebelum berdirinya berbagai gerakan nasional sebelum kemerdekaan. Berbagai perlawanan masyarakat terhadap pemerintah kolonial menjadi contoh nyata. Dengan posisinya sebagai pemuka agama, mereka mengajak masyarakat untuk melawan penjajah yang semena-mena.
Ulama Banten mencontohkan pemberontakan yang terjadi di Banten yang dikenal dengan peristiwa Keributan Cilegonyang terjadi sekitar tahun 1888.
“Pemberontakan ini (Geger Cilegon) dimotori oleh mahasiswa Syekh an-Nawawi al-Bantaniyang utama adalah Syekh Abdul Karim, mursyid Thariqah Qadiriyah,” ujarnya.
Sheikh Abdul Karim sendiri adalah murid dari Syekh Ahmad Khatib as-Sambas dari pihak Thariqah. Saat belajar dari sisi syari’at (fikih) di bawah Syekh an-Nawawi al-Bantani, yang juga sepupunya yang lebih tua.
Tidak hanya Syekh Abdul Karim, banyak ulama Banten lainnya juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Seorang lagi adalah Syekh Arsyad at-Thawil, tokoh yang disebutkan Bung Karno dalam pidatonya di Banten pada Desember 1945.
“Presiden Soekarno mengatakan (dalam pidatonya) di Banten: ‘Indonesia berhutang budi kepada tokoh-tokoh Banten, salah satunya adalah Syekh Arsyad at-Thawil.'” jelasnya.
Syekh Arsyad al-Thawil adalah salah satu dari ‘dua Arsyad’ yang menjadi murid Syekh an-Nawawi. Nama aslinya adalah Arsyad bin As’ad, ia dijuluki al-Thawil karena perawakannya yang tinggi. Sementara itu, seorang lagi bernama Arsyad bin Ulwan yang dikenal sebagai Syekh Arsyad al-Qashir, karena perawakannya yang pendek.
Karena perjuangan besar seluruh rakyat, KH. Zulfa Mustofa mengajak setiap warga negara Indonesia untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif. Tak lain adalah upaya untuk mensyukuri kemerdekaan yang diraih.
“Makanya hari ini yang Alhamdulillah merasakan nikmat kemerdekaan harus kita syukuri. Tinggal kita isi dengan berbagai amal shaleh,” tegasnya.
Perjuangan mengisi dan mempertahankan kemerdekaan belum berhenti. Meski tentunya dengan bentuk yang berbeda dari apa yang dilakukan oleh para pendahulunya.
“(Jika) dulu kita berperang melawan penjajah, sekarang mungkin untuk bersyukur dan mengisi kemerdekaan, yang terpenting bagaimana kita menjaga Indonesia yang indah ini dalam keberagaman dan persatuan,” lanjutnya.
Pertarungannya tentu tidak kalah sulitnya. Apalagi di era arus informasi yang pesat saat ini, bisa dikatakan potensi munculnya konflik yang mengancam persatuan bangsa sangat tinggi.
“Mudah-mudahan, insya Allah kita bisa menjaga kebhinekaan kita, persatuan kita. Dan kemerdekaan ini bisa kita isi dengan hal-hal yang positif,” pungkasnya.
Seperti diketahui, acara “Membaca 1 Juta Shalawat Nariyah” diselenggarakan oleh PBNU untuk menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 tahun ini.